Kamis, 29 Maret 2012
Q.S. AL-BAQARAH : 3
alladziina yu’minuuna bialghaybi wayuqiimuuna alshshalaata wamimmaa razaqnaahum yunfiquuna
Artinya :
(yaitu) mereka yang beriman (13) kepada yang ghaib (14) , yang mendirikan shalat (15) , dan menafkahkan sebahagian rezki (16) yang Kami anugerahkan kepada mereka.
Pertama : Beriman kepada yang gaib. Termasuk di dalamnya beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, menundukkan diri serta menyerahkannya sesuai dengan yang diharuskan oleh iman itu. Tanda keimanan seseorang, ialah melaksanakan semua yang diperintahkan oleh imannya itu.
Yang gaib, ialah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh pancaindra. Pengetahuan tentang yang gaib itu semata-mata berdasar kepada petunjuk-petunjuk Allah swt. Karena kita telah beriman kepada Allah, maka kita beriman pula kepada firman-firman dan petunjuk-petunjuk-Nya Termasuk yang gaib ialah : Allah, Malaikat, hari kiamat, surga, neraka, mahsyar dan sebagainya.
Pangkal iman kepada yang gaib ialah iman kepada Allah swt. Iman kepada Allah adalah dasar dari pembentukan watak dan sifat-sifat seseorang manusia agar ia menjadi manusia yang sebenarnya, sesuai dengan maksud Allah menciptakan manusia.
Allah swt. berfirman:
صِبْغَةَ اللَّهِ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ صِبْغَةً وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ
Artinya:
Sibghah Allah. Siapakah yang lebih baik sibgahnya dari Allah ? Kepada-Nyalah kami menyembah. (Q.S Al Baqarah: 138)
Iman membentuk manusia menjadi makhluk individu dan makhluk yang jadi anggota masyarakatnya, suka memberi, menolong, berkorban, berjihad dan sebagainya.
Allah swt. berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang sebenarnya beriman hanyalah orang orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. (Q.S Al Hujurat: 15)
Dalam mencari arti iman itu hendaklah mempelajari sejarah hidup Nabi Muhammad saw, merenungkan ciptaan Allah, menggunakan akal pikiran dan mempelajari ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Iman dapat bertambah dan dapat pula berkurang. Iman akan rusak bila amal seseorang rusak dan akan bertambah bila nilai dan jumlah amal ditingkatkan
Kedua: Mendirikan salat ialah, mengerjakan dan menunaikan salat dengan menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syaratnya, terus-menerus mengerjakannya sesuai dengan yang diperintahkan Allah, baik lahir maupun batin. Yang dimaksud dengan lahir ialah mengerjakan salat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan sunah Rasul dan yang dimaksud dengan “batin” ialah mengerjakan salat dengan hati, dengan segala ketundukan dan kepatuhan kepada Allah karena merasakan keagungan dan kekuasaan Allah yang menguasai dan menciptakan seluruh alam ini sebagai yang dikehendaki oleh agama.
Yang dimaksud “Iqamatussalah” ialah mengerjakan salat dengan sempurna; sempurna rukun-rukun, syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang lain yang ditentukan oleh agama.
Arti asal dari perkataan “salat” ialah “doa”, kemudian dipakai sebagai istilah yang berarti “salat” sebagai ibadat yang telah terkenal di dalam agama Islam karena salat itu banyak mengandung doa.
Ketiga: Menafkahkan sebahagian rezeki yang telah dianugerahkan Allah. “Rezeki” ialah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya. “Menafkahkan sebahagian rezeki” ialah memberikan sebahagian rezeki atau harta yang telah direzekikan Allah kepada orang-orang yang telah ditentukan oleh agama.
Harta yang akan dinafkahkan itu ialah sebahagiannya, tidak seluruh harta. Dalam ayat ini tidak disebutkan berapa banyak yang dimaksud dengan sebahagian itu, apakah seperdua, sepertiga, seperempat dan sebagainya.
Dalam pada itu Allah melarang berlaku kikir dan melarang berlaku boros:
Firman Allah swt:
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
Artinya:
Janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu, sebaliknya janganlah kamu terlalu mengulurkannya, agar kamu tidak menjadi tercela dan menyesal. (Q.S Al Isra’: 29)
Dan Allah menyuruh agar jangan berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta dan jangan pula kikir. Firman-Nya:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
Artinya:
Orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebih-lebihan, tidak (pula) kikir tapi adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian . (Q.S Al Furqan: 67)
Pada firman Allah yang lain dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan sebahagian harta itu ialah:
وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ
Artinya:
….mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, “Yang lebih baik dari keperluan”. (Q.S Al Baqarah: 219)
Allah telah menjelaskan cara-cara membelanjakan harta itu dan cara-cara menggunakannya. Dan dijelaskan lagi oleh hadis-hadis Rasulullah saw:
عن النبى صلى الله عليه وسلم قال: وابدأ بمن تعول، خير الصدقة عن ظهر الغنى
Artinya:
Nabi saw. telah bersabda, “Mulailah dari orang-orang yang dekat denganmu, sedekah yang paling baik ialah sedekah dari orang kaya” (H.R Bukhari dan Muslim)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar